Tak Berkategori

WHAT WE SAY – CHRISYE

chrisye 4

Director: Rizal Mantovani

Starring: Vino G. Bastian, Velove Vexia, Verdi Solaiman, Ray Sahetapy, Irsyadillah, Andi Arsyil Rahman, Fuad Idris, Roby Tremonti, Teuku Rifnu Wikana

Score: 7.5/10

Siapa yang tidak tahu Chrisye? Dia adalah seorang penyanyi pop legendaris dengan suara yang unik. Lagu-lagunya seperti “Lilin-lilin Kecil”, “Ketika Tangan dan Kaki Berkata”, dan “Aku Cinta Dia” abadi dalam sejarah musik Indonesia. Bakat luar biasa yang dipadu dengan kejeniusan dan sikap rendah hati membuat Chrisye begitu dicintai. Pada tahun 2007, Chrisye tutup usia akibat penyakit kanker paru-paru yang dideritanya. Di balik ucapan belasungkawa, ternyata ada sebuah kisah yang belum banyak diketahui. Hidup sang legenda senantiasa dipenuhi oleh tantangan yang tidak ada habisnya. Kini, sudah saatnya kita mencoba untuk mengenal lebih dekat seorang Hendra Christian Rahadi. Mengenang yang tidak sekedar menjadi obat rindu, namun juga menginspirasi agar bisa meraih mimpi.

Disutradarai Rizal Mantovani, film ini menceritakan hidup Chrisye (Bastian) dari saat menjadi pemain band. Yup, bersama grup musiknya yang bernama Gipsy, Chrisye menjadi bassist. Suatu hari, Gipsy mendapatkan kesempatan untuk menjadi performer tetap di sebuah kafe di Amerika. Sepulangnya dari sana, ia ditawari untuk menyanyikan sebuah lagu. Mulai dari sini karir Chrisye sebagai penyanyi solo dimulai.

chrisye 3

Di awal film tertulis bahwa Chrisye diceritakan dari penuturan sang istri, Damayanti Noor (Vexia). Ia menuturkan kisah-kisah di luar apa yang kita ketahui. Salah satunya adalah bagaimana Chrisye berperan sebagai ayah. Berbeda dengan masa-masa muda, Chrisye mulai tidak tenang akan pekerjaannya seiring bertambahnya tanggung jawab. Ini semakin dipersulit dengan sifat Chrisye sendiri yang dimunculkan seperti orang tidak pede. Walau membuat karakter utamanya terlihat lemah, di sisi lain keputusan ini juga memiliki kelebihan. Dari sini terlihat bahwa film tidak mendewakan legenda. Chrisye juga manusia. Dia tidak bisa berdiri sendiri dan memiliki kelemahan yang terlihat jelas.

Peran kepercayaan juga terlihat di sini. Berdasarkan info yang kami dapat, awalnya potensi Chrisye menjadi sebuah film religi amat besar. Untungnya, mereka tetap berada di jalur yang benar. Meski menjadi landasan utama, kepercayaan tampil hanya sebagai fondasi, bukan jalan keluar. Hasil akhirnya tetap bergantung pada usaha Chrisye sendiri. Sepesimis-pesimisnya Chrisye, dia harus tetap menampilkan yang terbaik. Ini disampaikan oleh seorang karakter yang cukup menarik perhatian karena kehadirannya lebih terlihat seperti spiritual buddy yang bisa dijadikan tempat curhat. Ide lagu “Ketika Tangan dan Kaki Berkata” yang berasal dari kitab suci pun diolah lebih umum dengan penekanan Chrisye pada kata-kata “kebesaran Tuhan”.

c

Kita harus mengapresiasi performa Vino G. Bastian yang mencoba untuk tampil maksimal sebagai Chrisye. Sulit untuk menampik bahwa ini adalah miscast, mengingat sosok almarhum juga masih sangat lekat di pikiran kita. Meski begitu, beberapa scene menunjukkan usaha Vino. Contohnya adalah di saat penampilan Chrisye pada acara “Aneka Ria Safari”. Sayang, beberapa pemeran pendukung tidak sesuai dengan yang diharapkan. Irsyadilah sebagai Addie MS terlihat begitu muda dan tidak ada hint yang menunjukkan keunikan aransemennya. Kemudian Dwi Sasono sebagai Guruh Soekarnoputera yang mana sangat jauh dari aslinya. Penampilan Dwi hanya sekedar memunculkan tawa saja. Terakhir, Erwin Gutawa dan Jay Subiyakto. Mereka adalah duet yang menemani Chrisye di babak pamungkas. Kami bisa mendapatkan feel seorang Jay, namun tidak demikian untuk Erwin. Dia biasa-biasa saja. Hanya pemuda berkacamata dan berkemeja. Oh iya, kenapa Velove tidak terlihat menua ya?

Hal paling nanggung dari film ini adalah prestasi Chrisye yang paling remarkable hanya ditampilkan sebagai pemuncak tangga lagu nasional. Aneh juga mengingat kalau bicara ukuran pencapaian, seorang legenda pasti menorehkan prestasi tidak biasa dan pastinya lebih dari itu. Nah, kami belum melihatnya. Apa yang menjadikan Chrisye betul-betul fenomenal sehingga layak difilmkan? Mungkin penonton yang lebih tua bisa memahaminya, tapi bagaimana dengan “kids zaman now”? Besar kemungkinan mereka belum menyaksikan Chrisye pada masa jayanya. Konser akbar yang diselenggarakan pun tidak membantu karena tidak adanya jawaban mengenai motif terpilihnya Chrisye selain popularitas. Penonton millenials akan kebingungan karena alasan yang masih bias.

chrisye

Pada akhirnya Chrisye lebih enak dinikmati oleh mereka yang sesuai zaman. Pengambilan momen dalam karir bermusik, penampilan karakter-karakter pendukung dan hadirnya beberapa tempat lawas membuat film lebih masuk bagi mereka. Untuk penonton lebih muda, menyaksikan Chrisye adalah mengambil sebuah keteladanan yang diceritakan dari proses pembuatan lagu-lagunya. Semua tidak ada yang instan. Semua butuh pengorbanan dan juga peran dari banyak pihak.

@adam_sarga

Leave a comment