Director: Bonni Cohen, Jon Shenk
Starring: Al Gore
Score: 7.8/10
Al Gore tidak terlihat seperti mantan wakil presiden Amerika Serikat lainnya. Ketika tidak lagi menjabat, Dia memilih untuk terus aktif. Beliau fokus mendedikasikan hidupnya atas apa yang dianggap benar, yaitu menyelamatkan Bumi kita tercinta. Truth to Power adalah sekuel dari film dokumenter berjudul An Inconvenient Truth. Rilis tahun 2006, Inconvenient Turth sukses meraih Oscar untuk kategori Original Song, dan Best Documentary Feature. Mirisnya, setelah film pertama dirilis, kesuksesan ini malah berbanding terbalik dengan apa yang mereka dapat di dunia nyata. Bumi semakin hangat, permukaan air semakin naik dan bencana alam semakin menjadi.
Film ini menampilkan Al Gore yang tidak bisa bekerja sendirian. Ia kerap menemui hambatan yang tentu harus dihadapi bersama. Sutradara Bonni Cohen dan Jon Shenk (Audrie & Daisy) menampilkan Al yang kini berpergian kemana-mana untuk memberi pelatihan kepada sebanyak mungkin orang. The Climate Reality Project adalah sebuah nirlaba internasional yang aktif untuk menangani climate crisis dengan membuat sebuah tindakan mendesak dan dibutuhkan di setiap lapisan masyarakat. Mereka sudah memiliki banyak cabang di seluruh dunia. Untuk Indonesia sendiri, tercatat ada lebih dari 300 relawan yang dilatih langsung. Tidak main-main, di antara orang-orang tersebut adalah para pejabat tinggi pemerintahan, komisioner KPK, anggota DPR, business professionals, hingga jurnalis, mahasiswa dan ibu rumah tangga.
Selain memberi pelatihan kepada para “climate champions”, Al Gore juga bertemu dengan petinggi negara lainnya. Semua ini dilakukan untuk menyambut Konferensi Perubahan Iklim 2015 yang diselenggarakan di Paris. Anggapan bahwa konferensi ini sia-sia dan tidak dibutuhkan menjadi tantangan yang harus dijawab para pemimpin dunia. Mereka berusaha untuk membuat sebuah kesepakatan penting bersama, sedangkan masih ada negara besar yang keberatan dengan hal tersebut. Persinggungan antara negara maju dan negara berkembang tentang pemanfaatan renewable energy membuat film ini tidak melulu soal sains. Berbeda dengan saat Al memberi pelatihan yang dipenuhi oleh ceramah dan kumpulan data, Konferensi Paris menyajikan ketegangan bernuansa politis karena para elit terus berusaha mencari jalan keluar sambil berlomba dengan waktu.
Kesuraman juga terjadi di sini. Al kerap merasa gagal, yang mana di filmnya Ia sebut sebagai “personal failure”. Ini belum ditambah dengan sikap Donald Trump yang sepertinya punya dendam kesumat delapan turunan kepada Al. Kehadirannya di film memang tidak banyak, namun pengaruhnya cukup besar karena Presiden Trump tidak hanya mengkritik permasalahan iklim, Dia juga melakukan tindakan bodoh terhadap Paris Agreement. Film secara jelas menunjukkan bahwa Amerika tidak lagi superpower. Kepada The National, Al Gore berkata bahwa dirinya tidak mau lagi menghabiskan waktu dengan Donald Trump. Amerika tidak lagi bisa dijadikan panutan dan sekarang adalah waktunya masyarakat dunia untuk bergerak, tidak peduli asal negaranya. Semangat akan terwujudnya harapan berusaha untuk ditularkan. Pertanyaannya, apakah kita akan turut ikut serta?
Kekurangan terbesar film adalah mereka terlalu menonjolkan Al Gore. Ayolah, sebelum menonton filmnya saja penonton juga tahu seberapa besarnya peran Beliau di sini, jadi tidak usah dibesar-besarkan lagi. Bagaimana kamera terus mengikutinya, dan bagaimana Dia berinisiatif untuk menyelesaikan masalah menjadikan Inconvenient Sequel seperti bahan kampanye untuk maju ke pemilihan Presiden Amerika berikutnya. He is like a Superman, and the movie shows it at the Paris Climate Conference. Dalam menangani krisis besar seperti ini, dibutuhkan bantuan dari berbagai pihak. Film jelas-jelas mengatakan hal tersebut, tapi apa yang ditunjukkan adalah one man show dari Al Gore. Itu cukup aneh.
Tapi tenang saja, mereka masih menunjukkan apa yang ingin Kamu lihat yaitu dampak dari berubahnya iklim saat ini. Lewat ceramahnya, Al memberikan contoh-contoh terkini yang bisa membuat penonton aware karena berbagai isu yang muncul memang masih hangat. Mulai dari foto bencana dan rekaman video penyelamatan, sampai bagan dan pemetaan masalah semuanya ditampilkan dalam presentasi yang rapih. Kerusakan yang melanda seluruh dunia dalam berbagai macam bentuk memang tidak main-main, dan fenomena ini sangat pas untuk diungkapkan melalui sebuah film dokumenter.
An Inconvenient Sequel: Truth to Power adalah gambaran terkini mengenai Bumi yang diisi oleh urgensi. Siapa lagi yang bisa menjaga kalau bukan manusianya sendiri? Perjuangan belum tuntas. Memiliki ending terbuka, bukan tidak mungkin akan adanya film ketiga. Nah, mumpung yang kedua ini hanya tayang terbatas, ayo sama-sama saksikan dan berjuang seolah tempat tinggal kita sekarang menjadi taruhannya.
@adam_sarga